Judul buku: SETAN MERAH: Muslihat Internasional Tan Malaka
Penulis: Peter Dantovski
Penerbit: Indie Book Corne
Tahun : 2012
Tebal: 491 halaman
Harga : Rp. 75.000,
Sangat banyak karya sastra-puisi, prosa, maupun
drama- yang ditulis berlatar sejarah. Sebut saja novel-novel karya Dan Brown “Engels
and Damons, dll”, antologi cerpen “Perempuan di Kamar Sebelah” karya Chairil Gibran
Ramadhan dan juga drama “Mangir Wanabaya”
karya Pramoedya Ananta Toer. Itu baru sebagian kecil, masih banyak yang lainnya
jika kita ingin membaca dan menelusurinya.
Hal ini disebabkan karena kisah-kisah dalam sejarah itu sangat banyak yang berbalut kontroversi. Bisa saja seorang penulis sejarah akan berbanding terbalik hasil penelitiannya dengan penulis sejarah lainnya. Balutan kontroversi dalam sejarah itulah yang mengantarkan imajinasi kreatif dari para penulis sastra. Tokoh Tan Malaka, pengilham novel ini, juga adalah sosok yang sangat kontroversi dan misteri dalam album sejarah Indonesia.
Hal ini disebabkan karena kisah-kisah dalam sejarah itu sangat banyak yang berbalut kontroversi. Bisa saja seorang penulis sejarah akan berbanding terbalik hasil penelitiannya dengan penulis sejarah lainnya. Balutan kontroversi dalam sejarah itulah yang mengantarkan imajinasi kreatif dari para penulis sastra. Tokoh Tan Malaka, pengilham novel ini, juga adalah sosok yang sangat kontroversi dan misteri dalam album sejarah Indonesia.
Oleh sebagian penulis sejarah dan diakui secara keseluruhan di Indonesia bahwa Tan Malaka adalah pejuang kemerdekaan Indonesia. Tan Malaka dianggap sebagai sosok yang hidup untuk Indonesia dan mati untuk kemerdekaan Indonesia. Tetapi Jika fakta-fakta empirik tentang perjalanan sejarah Indonesia raya ini dicermati dan dianalisa dengan semangat kritis dan rasional, akan ditemukan fakta dan pendapat yang sangat bertolak belakang dari pandangan umum yang dipahami tentang Tan Malaka.
Dalam analisis sejarah yang dikemas dalam novel ini, Peter Dantovski mengungkap fakta bahwa seluruh perjuangan Tan Malaka resmi untuk kepentingan Barat. Harry Poeze dalam bukunya mengatakan dengan jelas bahwa Tan Malaka adalah agen Komintern, komunisme Internasional. Ia bertugas menjadikan Indonesia sebagai negeri tak berdaulat, sehingga kepentingan barat, khususnya komunis, dapat mengeruk hasil alam dan menjadikan Indonesia sebagai boneka Barat.
Ide-ide Tan Malaka yang berhaluan untuk kepentingan barat sangat berkontra dengan Sukarno yang dengan kukuh menolak barat. Go to the hell with your aid! adalah slogan Sukarno untuk menunjukkan anti bantuan luar negeri dan insvestasi asing. Sejak keruntuhan Sukarno, gagasan Tan Malaka membangun infiltrasi asing berupa program developmentalis dilanjutkan kembali oleh pendukungnya “Suharto”.
Sejak 1963 sebagai dari hasil konggres serentak partai-partai dan ormas-ormas yang sejak awal telah diinfiltrasi kader-kader Tan Malaka, politik pembelokan nama baik Sukarno dimulai dengan dibelokkannya konsepsi Marhaen menjadi Marx, Hegel, dan Engel. Ini dilakukan untuk membuat opini buruk terhadap Sukarno bahwa dia adalah komunis, sehingga simpati masyarakat pada Sukarno akan beralih ke Suharto, ORBA.
Seiring dengan itu, era ORBA memasuki gaya gagasan dwi-fungsi a la Tan Malaka dan republik a la Tan Malaka atau republik dibawah sistem global yang pertumbuhannya tampa kedaulatan. Dampaknya adalah masuknya liberalisme dan pragmatisme di Indonesia melalui developmentalisme yang hingga kini berlanjut dalam Milineu Devolopment Goal, MDG’s.
Program MDG’s itu sebagai indikasi masuknya neo-liberlism dan neo pragmatis yang berarti semua pihak terlibat. Jadilah Indonesia sebuah negara yang berada di bawah kekuasaan asing. Hasil alam, ekonomi dan bahkan politiknya berada dalam pengaruh dan demi kepentingan pihak luar.
Begitulah sekilas isi novel ini dan masih banyak lagi analisis penulis yang menunjukan bahwa Tan Malaka tidak pernah setulus hati berjuang untuk kebaikan, kepentingan dan keutuhan negara Indonesia.
Orang boleh memilih menerima atau menolak apa yang dihadirkan penulis dalam novel ini karena kita bebas memilih. Tetapi kita tak boleh menutup mata dari kebenaran hanya karena ego atau pendapat umum berbeda dari kebenaran yang sejati. Begitulah kira-kira yang harus kita lakukan ketika akan membaca novel ini.
Teuku Saifullah, Kader HMI Kom. Syariah IAIN
Walisongo Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar