Pengurus HMI

Kami akademisi muda mencita-citakan kemajuan,kesejahtraan,dan keadilan terwujud di Tanah Air Indonesia tercinta. YAKin Usaha SAmpai.

Kader HMI

Kader HMI anti Korupsi, Nepotisme, dan Kolusi.

Logo HMI

HMI merupakan Organisasi Kemahasiswaan, Organisasi Pengkaderan dan Perjuangan yang didirikan pada 5 Februari 1947 M / 14 Rabiul Awal 1366 H. Dengan tujuan Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahu wata'ala.

Sebagian besar Tokoh berpengaruh di Indonesia berlatar HMI

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 17 Juni 2013

Muhammadiah: 1 Ramadhan Jatuh Pada 9 Juli 2013, piye?

JAKARTA – Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadhan 1434 Hijriyah/2013 Masehi jatuh pada Selasa Wage, 9 Juli 2013 dan 1 Syawal 1434 H/2013 M jatuh pada Kamis Wage, 8 Agustus 2013.

Penetapan itu ditetapkan oleh PP Muhammadiyah berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, ditandatangani oleh Ketua umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dan Sekretaris umum PP Mummadiyah Danarto, seperti tertuang dalam Maklumat No.04/MLM/I.0/E/2013 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah 1434 H tertanggal 23 Mei 2013.

Menurut maklumat itu, ijtimak jelang Ramadan 1434 H terjadi pada hari Senin Pon, 8 Juli 2013 M pukul 14:15:55 WIB. Tinggi bulan pada saat terbenam Matahari di Yogyakarta ( + : : -07″ 48, dan ),: 110o 21, BT ) *0o 44′ 59″ (hilal sudah wujud). Pada saat Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 M (hari Senin), di sebagian wilayah barat. Kemudian, Indonesia hilal sudah wujud dan di sebagian wilayah timur Indonesia belum wujud.

Dengan demikian, garis batas wujudul hilal melewati wilayah Indonesia dan membagi wilayah Indonesia menjadi dua bagian.

“1 Ramadhan 1434 H jatuh pada Selasa Wage, 9 Juli 2013″.

Selain itu, ijtimak jelang Syawal 1434 H terjadi pada hari Rabu Pon, 7 Agustus 2013 M pukul 04:52:19 WIB. Tinggi bulan pada saat terbenam Matahari di Yogyakarta ( 0 : -07″ 48, dan l”: l l0o 21, BT ) : *03o 54′ ll” (hilal sudah wujud) dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat terbenam matahari itu, bulan berada di atas ufuk.

“1 Syawal 1434 H jatuh pada Kamis Wage, 8 Agustus 2013″.

Berdasarkan penetapan ini, kemungkinan akan terjadi perbedaan awal puasa Ramadhan.
Sebelumnya, Badan Hisab Rukyat Provinsi Sumatra Utara telah memutuskan awal Ramadhan 1434 Hijriyah/2013 Masehi jatuh pada Rabu, 10 Juli 2013 dan 1 Syawal 1434 H/2013 M jatuh pada Kamis, 8 Agustus 2013. Meskipun demikian, Badan Hisab Rukyat (BHR) Sumut mengimbau umat Islam untuk menunggu sidang itsbat Menteri Agama RI.

“Penetapan awal Ramadhan dan awal Syawal tetap saja ada potensi perbedaan. Namun masyarakat diimbau dapat menyikapi perbedaan itu secara arif dan bijaksana. Jangan sampai ada keributan dan konflik,” kata H.Arso, Ketua BHR Sumut.

Dalam keterangan pers di laman Kemenag Sumut, Ketua Badan Hisab Rukyat Sumut, H.Arso mengatakan awal Ramadhan 1434 H jatuh pada Rabu, 10 Juli 2013 berdasarkan pada ijtimak awal Ramadhan 1434 H terjadi pada Senin, 8 Juli 2013 pukul 4j 14m 05d WIB.

“Ketika matahari terbenam pada hari terjadinya ijtimak, di seluruh Indonesia tinggi hilal antara : -000 47’ 19” s.d. +000 16’ 51” (belum memenuhi kriteria imkan rukyat +20) berdasarkan pada ikmal Sya’ban 1434 H,” katanya.

Dia menambahkan adapun 1 Syawal 1434 H jatuh pada Kamis, 8 Agustus 2013 berdasarkan ijtimak awal Syawal 1434 H terjadi pada Rabu, 7 Agustus 2013 pukul 04j 05m 33d WIB.

“Ketika matahari terbenam pada hari terjadinya ijtimak, di seluruh Indonesia tinggi hilal sudah berada di atas ufuk antara : +010 59’ 45” s.d. +030 23’ 09” (telah mencapai kriteria imkan rukyat +020) berdasarkan pada kriteria imkan rukyat,” tuturnya. (Yusran Yunus/dot)

sumber :http://www.bisnis-jateng.com/index.php/2013/06/awal-puasa-pp-muhammadyah-tetapkan-1-ramadhan-1434-h-adalah-9-juli-2013/
Readmore »»   Muhammadiah: 1 Ramadhan Jatuh Pada 9 Juli 2013, piye?

Kamis, 13 Juni 2013

Cara Hidup Makin Memprihatinkan


Cara Hidup Makin Memprihatinkan
ISTIMEWA
Dari akar rumput hingga pucuk pohon korupsi, dari warga kelas teri hingga elite partai dan pemerintah korupsi. Siapa yang mampu memutus mata rantai korupsi ini? Kehidupan elite partai memuakkan

Perlu dicari sosok yang bertanggung jawab akan hidup masyarakat yang dari hari ke hari semakin sulit. Secara mudah, warga bisa langsung menunjuk semua ini tanggung jawab pemerintah. Tugas konstitusional negara untuk menyejahterakan masyarakat masih jauh dari kenyataan, sebagaimana dicita-citakan para pendidi bangsa.

Dalam waktu yang lama pemeirntah lebih fokus memikirkan dengan keras cara mengurusi kepentingannya. Mereka disibukkan dengan masalah koalisi, sekretariat gabungan, dan pembenaran-pembenaran atas langkah-langkah yang tidak prorakyat. Setali tiga uang, menteri juga banyak mengurus pundi-pundi. Mereka yang dari partai sibuk mengumpulkan dana pemilu 2014 dengan me-mark up dari berbagai proyek yang sengaja diciptakan supaya ada jatah yang mengalir ke kantor partai. Menteri dari partai banyak yang tidak berkualitas. Mereka diangkat hanya karena partainya mendukung pemerintah.

Jelas dalam potret pejabat negara seperti itu, telah lama melupakan masyarakat. Warga dibiarkan mencari cara sendiri-sendiri untuk bisa survive dari kehidupan yang nyaris tak tertanggungkan ini. Maka, jadinya barangkali tidak sepenuhnya salah masyarakat sepenuhnya kalau mereka akhirnya mencari rezeki secara tidak baik.

Contoh, korupsi yang diperlihatkan kaum elite, apalagi mereka masih bisa tertawa dan tersenyum, sedikit banyak “menginspirasi” ke bawah. Masyarakat kecil mulai juga korupsi kecil-kecilan. Mereka hanya bisa korupsi kecil-kecilan karena jauh dari uang banyak, tidak seperti para menteri dan elite partai yang dekat dengan tumpukan uang.Tukang ngecek penumpang bus pun selalu diberi uang sogok.

Kalau pernah naik bus umum, di selalu ada poin untuk mengecek jumlah penumpang. Kondektur menyuap ceker agar (contoh) ada 50 penumpang, tapi ditulis 25 saja sehingga sisa uang masuk kantong kru bus. Ini salah kaprah karena ceker bus justru untuk mengawasi agar kru bus tidak curang, tapi pengawas ini (seperti juga pejabat pemerintah dan partai) menerima suap. Pegaai-pegawai juga kecil-kecilan korupsi mulai dari mempertinggi anggaran fotokopi, gula-kopi, dst. Dari kelas bawah sampai elite semua terlibat korupsi. Ini memprihatinkan!

Kehidupan tidak baik juga diperlihatkan para pedagang di pasar. Mereka antara lain memanipulasi timbangan, sehingga satu kilo tidak lagi 10 tapi hanya delapan ons. Yang tidak baik dan membunuh orang lain adalah penggunaan obat-obatan yang tidak seharusnya. Misalnya, bahan pewarna tekstil untuk mewarnai kue. Ini tidak sekadar mencari keuntungan bagi diri sendiri, tapi mencelakai orang lain. Jadi ada dua kesalahan sekaligus.

Demikian juga penggunaan boraks yang untuk mengawetkan mayat malah digunakan untuk makanan agar awet. Kejahatan ini juga tak kalah mengerikan karena bisa melahirkan keburukan bagi fisik manusia. Kehidupan tukang bengkel pun sudah dirasuki kejahatan karena ada di antara mereka harus menebar paku untuk mencelakai pengendara sehingga mereka memperoleh konsumen.

Di Puncak setiap akhir pekan banyak bengkel darurat yang menipu. Mereka manakut-nakuti kondisi kendaraan dalam mencari konsumen. Ya banyak lagi contoh cara hidup masyarakat yang semakin memprihatinkan dan menyedihkan. Seolah mata hati mereka buta akan akhir tembe (akhir hari) di mana mereka harus mempertanggungjawabkan kehidupan di depan Sang Pengadil yang Agung.

Inikah masyarakat Indonesia? Dari akar rumput hingga pucuk pohon korupsi, dari warga kelas teri hingga elite partai dan pemerintah korupsi. Siapa yang mampu memutus mata rantai korupsi ini? Kehidupan elite partai memuakkan. Praksis sehari-hari pejabat menyebalkan. Bahkan tokoh agama pun senang memainkan kekerasan untuk melindas yang minoritas. Kaum agama kok membunuh orang lain.

Alasan apa pun membunuh tak bisa dibenarkan. Kondisi-kondisi masyarakat seperti ini benar-benar bisa membuat jiwa putus asa dan frustrasi. Maka kalau partai, negara, dan tokoh agama tak lagi bisa diharapkan untuk menuntun kehidupan, satu-satunya kunci perbaikan hidup adalah kembali ke suara hati. Dengarkan suara hati! Jangan mendengarkan orang lain. Suara hatimulah yang akan menuntun ke jalan yang benar.


Sumber: http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/121639
Readmore »»   Cara Hidup Makin Memprihatinkan

Senin, 10 Juni 2013

Pertarungan Keras Merebut Suara di Dapil Aceh I

Pertarungan Keras Merebut Suara di Dapil Aceh I
IST
Persaingan politik dalam pemilu di Aceh memang berbeda dengan daerah lain. Kehadiran partai lokal Aceh menjadi ciri khas hajatan politik di provinsi paling barat tersebut. Bisa dikatakan ada dua medan persaingan politik di Serambi Mekah.

Satu medan diperuntukkan bagi partai peserta pemilu tingkat nasional. Medan politik ini memperebutkan tiket parlemen pusat. Satu medan lainnya adalah ajang kontestasi antara partai lokal dan partai nasional, memperebutkan jatah kursi di parlemen provinsi, kabupaten, dan kota yang ada di daerah istimewa tersebut. Untuk level parlemen lokal, partai lokal seperti Partai Aceh, pada Pemilu 2009, tampil mengejutkan.

Partai itu berhasil menggusur dominasi partai-partai nasional. Pun dalam hajatan pemilihan kepala daerah (pilkada), Partai Aceh didgjaya, dua kali tampil sebagai jawara. Pertama, saat mengusung Irwandi Yusuf- Muhammad Nazar, dan kedua ketika menyorong duet Zaini Abdullah-Muzzakir Manaf. Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia, Miftah M Sabri, pengaruh politik dari figur eks combatan cukup kuat di Serambi Mekah.

Hasil Pemilu 2009 dan dua pilkada adalah buktinya. Karena itu, siapa partai nasional yang bisa menjalin semacam "koalisi" dengan partai lokal, kansnya untuk menangguk sukses dalam memperebutkan tiket Senayan cukup besar.

Pertarungan di Aceh, bagi partai nasional, tak hanya berhadapan dengan sesama partai nasional. Untuk level lokal, partai nasional mesti berjibaku, selain antarpartai nasional, berkompetisi dengan partai lokal. Untuk persaingan menuju Senayan pun, dukungan dari partai lokal cukup membantu meski mereka tak bersaing merebut tiket parlemen pusat. Bisa dikatakan, laga politik di Aceh adalah pertarungan di dua medan.

Di Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh I, yang membentang dari Kabupaten Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Gayo Luwes, Nagan Raya, Pidie, Pidie Jaya, Simeulue, Kota Banda Aceh, Kota Sabang, dan Kota Subulussalam, Demokrat pernah berjaya. Pada Pemilu 2009, Demokrat merasakan masa keemasan politiknya, sukses merebut tiga kursi dari tujuh kursi yang diperebutkan.

Tiga kursi DPR dari Dapil Aceh I berhasil diduduki kader Demokrat, yaitu M Ali Yacob, Nova Iriansyah, dan Teuku Riefky Harsa. Empat partai lainnya, Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), berbagi satu kursi. Muhammad Nasir Djamil menjadi satu-satunya kader PKS yang sukses melenggang ke Senayan.

Sementara dari PAN, yang sukses menyabet tiket Senayan adalah Said Mustafa Usab. Sedangkan Golkar mendapat tiket Senayan, lewat tangan Sayed Fuad Zakaria. Satu tiket terakhir digenggam oleh Tgk. Mohd. Faisal Amin dari PPP. Perbanyak Kursi Partai peraih tiket 2009, pada hajatan kali ini, tak mau berjudi nasib. Mereka kembali menyorong petahana Senayan untuk bertarung di dapil sama.

Harapannya, tradisi kursi tetap terjaga dan peluang memperbanyak tiket bisa diharapkan dari lapis dua dan tiga calon legislator yang didaftarkannya. Demokrat, misalnya, tetap menjagokan muka lama. Teuku Riefky Harsya kembali bertengger di daftar calon legislator pada nomor urut satu. Nomor urut dua juga ditempati petahana Senayan, Nova Iriansyah. Dan nomor urut tiga diisi oleh Nursanti Adnan.

Sementara untuk menempati nomor urut empat, Demokrat menyodorkan petahana Senayan 2009, M Ali Yacob. Strategi serupa diterapkan PKS. Pemegang tiket Senayan, M Nasir Djamil, dimajukan untuk menjaga tradisi kursi PKS di Dapil Aceh I. Nasir ada di nomor paling favorit, nomor satu. Nomor dua partai kader ditempati Mohammad Ihsan. Sementara pada nomor urut tiga, didaftarkan politisi perempuan, Kurnia Rahmayanti. Golkar pun tak mau kalah.

Di dapil ini, nama Sayed Fuad Zakaria kembali bertengger di daftar caleg beringin. Sayed adalah petahana Senayan yang diplot pada nomor urut satu. Untuk nomor duanya, Golkar mendaftarkan Andi Harianto Sinulingga. Dan, pada nomor urut tiga, dipasang nama Asrida. Mengandalkan muka lama juga dilakukan PAN. Sayed Mustafa Usab Al Idroes, peraih tiket Senayan pada Pemilu 2009, kembali didaftarkan. Bahkan Sayed langsung diplot pada nomor urut satu.

Untuk nomor duanya dipasang Anwar Ahmad. Di nomor urut berikutnya, PAN mencalonkan Mariani Haroen. PPP juga melakukan hal serupa, tetap mengandalkan petahana Senayannya. Peraih tiket Senayan satu-satunya dari PPP, Tgk H Mohd Faisal Amin, kembali maju gelanggang. Faisal dipasang sebagai vote getter partai berlambang Ka’bah. Partai pendatang baru, Nasdem, memasang Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Bachtiar Aly, menjadi andalan.

Bachtiar yang berdarah Aceh diharapkan bisa menjadi pencipta sejarah bagi Nasdem di Serambi Mekah, mampu menggondol tiket Senayan. Untuk melapis Bachtiar, Nasdem memasang politisinya yang juga berdarah Aceh, Teuku Pribadi, pada nomor urut dua. Di urutan bawahnya, Nasdem mencalonkan jurnalis senior Metro TV, Desi Fitriani. ags/P-3
Readmore »»   Pertarungan Keras Merebut Suara di Dapil Aceh I

Minggu, 09 Juni 2013

Sejarah Tentara Nasional Indonesia

Sejarah Tentara Nasional Indonesia (TNI) dibentuk melalui perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dari ancaman Belanda yang ingin kembali berkuasa menjajah Indonesia melalui kekerasan senjata. TNI pada awalnya merupakan organisasi yang bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR). Kemudian pada tanggal 5 Oktober 1945 menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan selanjutnya diubah kembali menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).

Pada masa mempertahankan kemerdekaan ini, banyak rakyat Indonesia membentuk laskar-laskar perjuangan sendiri atau badan perjuangan rakyat. Usaha pemerintah Indonesia untuk menyempurnakan tentara kebangsaan terus berjalan, sambil bertempur dan berjuang untuk menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa. Untuk mempersatukan dua kekuatan bersenjata yaitu TRI sebagai tentara regular dan badan-badan perjuangan rakyat, maka pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara resmi.

Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada bulan Desember 1949, Indonesia berubah menjadi negara federasi dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Sejalan dengan itu maka dibentuk pula Angkatan Perang RIS (APRIS) yang merupakan gabungan antara TNI dan KNIL. Pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi negera kesatuan, sehingga APRIS berganti nama menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).

Pada tahun 1962, dilakukan upaya penyatuan antara angkatan perang dengan kepolisian negara menjadi sebuah organisasi yang bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Penyatuan satu komando ini dilakukan dengan tujuan untuk mencapai tingkat efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya dan menjauhkan pengaruh dari kelompok politik tertentu.

Pada tahun 1998 terjadi perubahan situasi politik di Indonesia. Perubahan tersebut berpengaruh juga terhadap keberadaan ABRI. Pada tanggal 1 April 1999 TNI dan Polri secara resmi dipisah menjadi institusi yang berdiri sendiri. Sebutan ABRI sebagai tentara dikembalikan menjadi TNI, sehingga Panglima ABRI menjadi Panglima TNI.

Periode pembentukan (1945-1947)

Badan Keamanan Rakyat


Pada tanggal 22 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidangnya memutuskan untuk membentuk tiga badan sebagai wadah untuk menyalurkan potensi perjuangan rakyat. Badan tersebut adalah Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR).[1]

BKR merupakan bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) yang semula bernama Badan Pembantu Prajurit dan kemudian menjadi Badan Pembantu Pembelaan (BPP). BPP sudah ada dalam zaman Jepang dan bertugas memelihara kesejahteraan anggota-anggota tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan Heiho.[1]

Pada tanggal 18 Agustus 1945 Jepang membubarkan PETA dan Heiho. Tugas untuk menampung bekas anggota PETA dan Heiho ditangani oleh BPKKP.[2] Pembentukan BKR merupakan perubahan dari hasil sidang PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 yang telah memutuskan untuk membentuk Tentara Kebangsaan.
Pembentukan BKR diumumkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 23 Agustus 1945.[1] Dalam pidatonya Presiden Soekarno mengajak pemuda-pemuda bekas PETA, Heiho, Kaigun Heiho, dan pemuda-pemuda lainnya untuk sementara waktu bekerja dalam bentuk BKR dan bersiap-siap untuk dipanggil menjadi prajurit tentara kebangsaan jika telah datang saatnya.

Karena pada saat itu komunikasi masih sulit, tidak semua daerah di Indonesia mendengar Pidato Presiden Soekarno tersebut. Mayoritas daerah yang mendengar itu adalah Pulau Jawa. Sementara tidak semua Pulau Sumatera mendengar. Sumatera bagian timur dan Aceh tidak mendengarnya.

Walaupun tidak mendengar pemuda-pemuda di berbagai daerah Sumatera membentuk organisasi-organisasi yang kelak menjadi inti dari pembentukan tentara. Pemuda Aceh mendirikan Angkatan Pemuda Indonesia (API), di Palembang terbentuk BKR, tetapi dengan nama yang lain yaitu Penjaga Keamanan Rakyat (PKR) atau Badan Penjaga Keamanan Rakyat (BPKR).[3]

Tentara Keamanan Rakyat

Menyerahnya Jepang kepada tentara sekutu menyebabkan kedatangan tentara Inggris ke Indonesia yang dimanfaatkan oleh tentara Belanda untuk kembali ke Indonesia. Situasi ini menjadi mulai tidak aman. Oleh karena itu pada tanggal 5 Oktober 1945, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat pembentukan tentara kebangsaan yang diberi nama Tentara Keamanan Rakyat.

Pemerintah memanggil bekas Mayor KNIL Oerip Soemohardjo ke Jakarta. Wakil Presiden Dr.(H.C.) Drs Mohammad Hatta mengangkatnya menjadi Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal dan diberi tugas untuk membentuk tentara.[4] Pada waktu itu Markas Tertinggi TKR berada di Yogyakarta.
Presiden Soekarno pada tanggal 6 Oktober 1945, mengangkat Suprijadi, seorang tokoh pemberontakan PETA di Blitar untuk menjadi Menteri Keamanan Rakyat dan Pemimpin Tertinggi TKR. Akan tetapi beliau tidak pernah muncul sampai awal November 1945, sehingga TKR tidak mempunyai pimpinan tertinggi. Untuk mengatasi hal ini, maka pada tanggal 12 November 1945 diadakan Konferensi TKR di Yogyakarta dipimpin oleh Kepala Staf Umum TKR Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo. Hasil konferensi itu adalah terpilihnya Kolonel Soedirman sebagai Pimpinan Tertinggi TKR. Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 18 Desember 1945 mengangkat resmi Kolonel Soedirman menjadi Panglima Besar TKR, dengan pangkat Jenderal.[5]

Menjadi Tentara Keselamatan Rakyat

Untuk memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia, maka pada tanggal 7 Januari 1946 pemerintah mengeluarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD 1946 yang mengganti nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian nama Kementerian Keamanan Rakyat diubah namanya menjadi Kementerian Pertahanan.
Markas Tertinggi TKR mengeluarkan pengumuman bahwa mulai tanggal 8 Januari 1946, nama Tentara Keamanan Rakyat diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat.[6]

Tentara Republik Indonesia

Untuk menyempurnakan organisasi tentara menurut standar militer internasional, maka pada tanggal 26 Januari 1946 pemerintah mengeluarkan maklumat tentang penggantian nama Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia. Maklumat ini dikeluarkan melalui Penetapan Pemerintah No.4/SD Tahun 1946.[7]

Untuk mewujudkan tentara yang sempurna, pemerintah membentuk suatu panita yang disebut dengan Panitia Besar Penyelenggaraan Organisasi Tentara. Beberapa panitia tersebut adalah Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo dan Komodor Suryadarma.[8]

Pada tanggal 17 Mei 1946 panitia mengumumkan hasil kerjanya, berupa rancangan dan bentuk Kementerian Pertahanan dan Ketentaraan, kekuatan dan organisasi, peralihan dari TKR ke TRI dan kedudukan laskar-laskar dan barisan-barisan serta badan perjuangan rakyat.

Presiden Soekarno pada tanggal 25 Mei 1946 akhirnya melantik para pejabat Markas Besar Umum dan Kementerian Pertahanan. Pada upacara pelantikan tersebut Panglima Besar Jenderal Soedirman mengucapkan sumpah anggota pimpinan tentara mewakili semua yang dilantik.

Tentara Nasional Indonesia

Usaha untuk menyempurnakan tentara terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada waktu itu. Banyaknya laskar-laskar dan badan perjuangan rakyat, kurang menguntungkan bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Sering terjadi kesalahpahaman antara TRI dengan badan perjuangan rakyat yang lain.[9]

Untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman tersebut pemerintah berusaha untuk menyatukan TRI dengan badan perjuangan yang lain. Pada tanggal 15 Mei 1947 Presiden Republik Indonesia mengeluarkan penetapan tentang penyatuan TRI dengan badan dan laskar perjuangan menjadi satu organisasi tentara.
Pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno meresmikan penyatuan TRI dengan laskar-laskar perjuangan menjadi satu wadah tentara nasional dengan nama Tentara Nasional Indonesia. 

Presiden juga menetapkan susunan tertinggi TNI. Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soerdiman diangkat sebagai Kepala Pucuk Pimpinan TNI dengan anggotanya adalah Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo, Laksamana Muda Nazir, Komodor Suryadarma, Jenderal Mayor Sutomo, Jenderal Mayor Ir. Sakirman, dan Jenderal Mayor Jokosuyono.[10]

Dalam ketetapan itu juga menyatakan bahwa semua satuan Angkatan Perang dan satuan laskar yang menjelma menjadi TNI, diwajibkan untuk taat dan tunduk kepada segala perintah dari instruksi yang dikeluarkan oleh Pucuk Pimpinan TNI.[11]

Penataan organisasi (1947-1948)

Kondisi ekonomi negara yang masih baru, belum cukup untuk membiayai angkatan perang yang besar pada waktu itu. Salah seorang anggota KNIP bernama Z. Baharuddin mengeluarkan gagasan untuk melaksanakan pengurangan anggota (rasionalisasi) di kalangan angkatan perang.

Selain itu, hasil dari Perjanjian Renville adalah semakin sempitnya wilayah Republik Indonesia. Daerah yang dikuasai hanyalah beberapa karesidenan di Jawa dan Sumatera yang berada dalam keadaan konomi yang cukup parah akibat blokade oleh Belanda.

Pada tanggal 2 Januari 1948 Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No.1 Tahun 1948, yang memecah Pucuk Pimpinan TNI menjadi Staf Umum Angkatan Perang dan Markas Besar Pertempuran. Staf Umum dimasukkan kedalam Kementerian Pertahanan di bawah seorang Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP). Sementara itu Markas Besar Pertempuran dipimpin oleh seorang Panglima Besar Angkatan Perang Mobil. Pucuk Pimpinan TNI dan Staf Gabungan Angkatan Perang dihapus.

Presiden mengangkat Komodor Suryadarma sebagai Kepala Staf Angkatan Perang dengan Kolonel T.B. Simatupang sebagai wakilnya. Sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Mobil diangkat Jenderal Soedirman. Staf Umum Angkatan Perang bertugas sebagai perencanaan taktik dan siasat serta berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan. Sementara Staf Markas Besar Angkatan Perang Mobil, adalah pelaksana taktis operasional.[12]

Keputusan Presiden ini menimbulkan reaksi di kalangan Angkatan Perang. Maka pada tanggal 27 Februari 1948, Presiden mengeluarkan Penetapan Presiden No.9 Tahun 1948 yang membatalkan penetapan yang lama dan mengeluarkan penetapan baru. Dalam penetapan yang baru ini, Staf Angkatan Perang tetap di bawah Komodor Suryadarma, sementara itu Markas Besar Pertempuran tetap di bawah Panglima Besar Jenderal Soedirman, ditambah Wakil Panglima yaitu Jenderal Mayor A.H. Nasution

Angkatan Perang berada di bawah seorang Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP) yang membawahi Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) dan Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU).

Dalam penataan organisasi ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu penataan kementerian dan pimpinan tertinggi ditangani oleh KASAP, sementara mengenai pasukan serta daerah-daerah pertahanan ditangani oleh Wakil Panglima Besar Angkatan Perang.

Untuk menyelesaikan penataan organisasi ini, Panglima Besar Jenderal Soedirman membentuk sebuah panitia yang anggotanya ditunjuk oleh Panglima sendiri. Anggota panitia terdiri dari Jenderal Mayor Susaliy (mantan PETA dan laskar), Jenderal Mayor Suwardi (mantan KNIL) dan Jenderal Mayor A.H. Nasution dari perwira muda. Penataan organisasi TNI selesai pada akhir tahun 1948, setelah Panglima Tentara dan Teritorium Sumatera, Kolonel Hidajat menyelesaikan penataan organisasi tentara di Pulau Sumatera.[13]

sumber : wikipedia

Referensi

  1. ^ a b c Sejarah TNI Jilid I (1945-1949). hlm. 1.
  2. ^ Tentara Nasional Indonesia Jilid I,cet II. hlm. 106.
  3. ^ Perjuangan ABRI dan rakyat di Sumatera 1945-1950. hlm. bab II.2.
  4. ^ Sejarah TNI Jilid I (1945-1949). hlm. 17.
  5. ^ Sejarah TNI Jilid I (1945-1949). hlm. 24.
  6. ^ Sejarah TNI Jilid I (1945-1949). hlm. 25.
  7. ^ Sejarah TNI Jilid I (1945-1949). hlm. 32.
  8. ^ Sejarah TNI Jilid I (1945-1949). hlm. 34.
  9. ^ Sejarah TNI Jilid I (1945-1949). hlm. 46.
  10. ^ Sejarah TNI Jilid I (1945-1949). hlm. 48.
  11. ^ Kusnodiprodjo (1951). Himpunan Undang-undang, Peraturan-peraturan, Penetapan-penetapan Pemerintah Republik Indonesia 1947. Jakarta. hlm. 336.
  12. ^ Djenderal A.H. Nasution (1968). Tentara Nasional Indonesia, Jilid II. Jakarta: Seruling Masa. hlm. 130-132.
  13. ^ Drs.Amrin Imran; Drs.Hayun Ugaya, Drs Tanu Suherly, Sri Suko BA (1971). Sedjarah Perkembangan Angkatan Darat. Seri Text-Book Sedjarah ABRI, Departemen Pertahanan Keamanan, Pusat Sedjarah ABRI. hlm. 17.
Readmore »»   Sejarah Tentara Nasional Indonesia

Jumat, 07 Juni 2013

Panduan Menjadi Mahasiswa Sukses



Judul Buku : Scholar : Panduan Untuk Menjadi Mahasiswa Sukses
Penulis : J.L. Michell Suharli
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbitan : Januari, 2012
Harga : Rp. 45.000,

Pada masa sekarang ini kita mendapati banyak mahasiswa yang membuang energi dan waktu pada hal-hal yang tidak berguna, seperti pesta pora, mabuk-mabukkan dan mengonsumsi obat-obat terlarang. Kebanyakan dari mereka berpaham bahwa masa muda adalah masa untuk bersenang-senang. Akan tetapi mereka sepertinya tidak mampu melihat bahwa, dalam jangka panjang, apa yang mereka lakukan sesungguhnya hanya akan membawa mereka kedalam keadaan yang penuh  dengan kekecewaan dan frustasi.

Readmore »»   Panduan Menjadi Mahasiswa Sukses

Rabu, 05 Juni 2013

Kongres Makin Dekat, HMI MPO Harus Makin Solid

HMINEWS.Com – Menyikapi agenda Kongres XXIX Himpunan Mahasiswa Islam (HMI-MPO) yang akan digelar di Bogor kurang dari satu bulan lagi, diharapkan persiapan makin matang. Baik itu menyangkut konsep hingga persoalan teknis, harus benar-benar matang sehingga tercapai hasil seperti yang diinginkan.


Panitia, MPK (Majelis Pekerja Kongres) dan Pengurus Besar juga diharapkan makin memantapkan konsolidasi dengan Badko dan cabang-cabang. “Komunikasikan dengan Badko yang ada di seluruh Nusantara. Berkonsolidasi untuk rembug nasional terkait dengan arahan organisasi kedepan,” kata salah satu pengurus Badko Jawa Bagian Tengah dan Timur (Jabagtengtim), Muhadz Ali kepada hminews, Ahad (2/6/2013).


Ia juga berharap, potensi konflik diantisipasi sedini mungkin, sehingga kongres berjalan lancar, tidak ada saling curiga antar kader yang tentu bisa berdampak pada eksistensi gerakan secara nasional. Muhadz juga mengingatkan agar sesama kader tetap menjaga uswah dan ukhuwah, termasuk saat kongres berlangsung.


Badko Jabagtengtim, lanjut Muhadz, telah mengkonsolidasikan dengan semua cabang yang bernaung di Badko-nya dan telah menghasilkan gagasan yang akan disampaikan pada kongres nanti. Oleh karena itu, ia mengimbau, dengan semakin dekatnya waktu kongres, segala sesuatu yang akan dibutuhkan di kongress harus diselesaikan.


“Badko Jabagtengtim akan selalu mensolidkan diri baik secara internal kepengurusan maupun me-masiv-kan komunikasi dengan cabang-cabang tengah,” pungkasnya.

sumber : http://hminews.com/news/kongres-makin-dekat-hmi-mpo-harus-makin-solid/
Readmore »»   Kongres Makin Dekat, HMI MPO Harus Makin Solid

Hikayat Politik Kelelawar



Kata sahibul hikayat, kelelawar itu dulu juga berpolitik, namanya politik kelelawar. Kata yang punya cerita, syahdan pada suatu ketika, ada perlombaan adu cepat antara dua kelompok binatang. Yang satu kelompok binatang udara dan yang lain kelompok binatang darat.

Kedua kelompok itu bertanding untuk mencapai garis finish. Siapa yang lebih dulu mencapai garis akhir, dialah yang menjadi sang juara. Ketika semua binantang telah memilih kelompoknya masing-masing sesuai dengan jati dirinya, ada seekor binatang yang menyendiri. Ia tidak mau bergabung ke salah satu pihak. Ia adalah kelelawar, ia bersikap menunggu.

Setelah perlombaan berjalan beberapa saat, kelompok binatang udara mulai meninggalkan kelompok binatang darat. Maklum mereka punya sayap dan dapat terbang dengan cepat. Melihat para burung sudah mulai memperoleh kemenangan, kelelawar dengan sigap bergabung dengan kelompok burung.

Kelompok binatang udara pun kaget. Mereka bertanya, mengapa si kelelawar tiba-tiba bergabung dengan mereka. Si kelelawar menjawab” tidakkah kalian melihat bahwa aku mempunyai sayap seperti kalian, lihat lah aku bisa terbang”. Para burung pun mengiyakan.

Namun tidak lama kemudian, kelompok binatang darat berlari mati-matian mengejar kemenangan. Mereka berhasil mendahului kelompok binatang udara. Ada tanda-tanda kemenangan akan diperoleh oleh binatang darat, si kelelawar lansung bergabung dengan binatang darat.

Kubu binatang darat gembar dengan sikap  si kelelawar yang plin plan itu. Mereka menuduh si kelelawar se ekor binatang munafik. Si kelelawar menjawab dengan enteng pernyataan para binatang darat “ tidakkah kalian lihat bentuk moncongku ini seperti moncong tikus. Saya ini binatang darat”.

Binatang darat cukup puas mendengar pernyataan kelelawar. Namun di luar dugaan, para burung berusaha mati-matian mempercepat terbang dan akhirnya kelompok burung berhasil meraih kemenangan pertandingan antar binatang itu. Melihat hal itu, kelelawar segera keluar dari kelompok binatang darat dan terbang ke kelompok binatang udara yang baru saja memperoleh kemenangan. “Hai kawan-kawan jangan lupakan aku “kelelawar” aku ini dari golongan kalian” kata kelelawar.

Akan tetapi sekali ini seluruh binatang udara dan darat marah besar pada kelelawar. Ia dituduh hipokrite. Ia akan  dicincang ramai-ramai. Si kelelawar pun lari ke kelompok binatang yang kalah untuk berlindung. Sama saja binatang darat juga naik pitam melihat kelakuannya. Maka ketika itu kelelawar lansung terbang meninggalkan kedua kelompok binatang itu. Ia malu besar. Akhirnya ia hanya berani keluar di waktu malam hari saja. Sejak itu pula kelelawar mulai memilih tempat-tempat gelap untuk tempat tinggalnya. (Redaksi blog HMI)




   




   


Readmore »»   Hikayat Politik Kelelawar