Sabtu, 27 April 2013

Miras Sebagai Problema Sosial



foto: inilah.co.id
 Sebagian besar masyarakat Indonesia sepakat bahwa minuman keras berbahaya bagi kesehatan. Walaupun mereka tidak bisa menguraikan secara spesifik bahaya apa saja yang bisa ditimbulkan dari mengkonsumsi miras atau minuman dengan kandungan alkohol tinggi. Untungnya saat ini sudah banyak penyuluhan dan peringatan dari pemerintah, tenaga kesehatan, dan tokoh agama yang  menjelaskan tentang akibat buruk dari minuman keras (miras).

Secara medis, minuman keras dapat menyebabkan jantung, liver, memperlemah fungsi otak, dll. Dan jika dikonsumsi oleh ibu hamil dapat berakibat Fetal Alcohol Syndrome, yang dapat menyebabkan keguguran, kelahiran prematur, komplikasi persalinan bayi, bayi berberat lahir rendah, bayi lahir dengan kepala kecil (mikrosefali), retardasi mental, gangguan pada jantung dan organ-organ lainnya, gangguan fisik serta perilaku yang akan mempengaruhi pertumbuhan anak sepanjang hidupnya.

Data dari WHO tahun 2011 lalu menunjukkan tak kurang dari 320.000 orang antara usia 15-29 tahun setiap tahun meninggal karena berbagai penyebab terkait alkohol. Jumlah ini mencapai 9% dari seluruh kematian dalam kelompok usia tersebut dan alkohol juga merupakan penyebab sepertiga dari kematian pada anak-anak muda di beberapa bagian dunia.

Secara sosial, masyarakat dapat melihat sendiri bagaimana prilaku sosial para peminum miras tersebut. Dimana saja banyak peminum miras, bisa dipastikan disitu banyak terjadi prilaku yang meresahkan masyarakat; mereka cepat marah, seringkali tampa sebab yang jelas melakukan kekerasan pada keluarga, istri, anak dan bahkan orang tua; sering juga pecandu miras ini jika tak ada uang untuk membeli miras melakukan tindak kriminal penodongan, perampokan dan pencurian; dan tak jarang terjadi kecelakaan lalu lintas disebabkan karena pengendara mabuk; dan lain sebagainya. 

pokok masalah

Selain itu, dalam agama Islam yang merupakan agama mayoritas di Indonesia sudah jelas bahwa miras atau setiap minuman yang memabukkan itu diharamkan. Para pengajar agama mulai dari sekolah formal maupun non-formal sudah menjelaskan keharaman miras dalam Islam. Sehingga, sebenarnya, tidak ada lagi alasan untuk mengatakan bahwa masyarakat kita tidak tahu akibat buruk dari miras atau minuman beralkohol tinggi, baik dari segi kesehatan, sosial dan agama Islam (bagi yang beragama Islam).

Yang menjadi masalah adalah kenapa peminat dan kuantitas peminum miras masih banyak dalam masyarakat kita, bahkan ada yang minum miras oplosan?. Secara individu, setiap peminum punya alasan sendiri; ada yang jadi peminum untuk menenangkan pikiran karena dililit masalah ekonomi, politik, dan percintaan; ada yang karena faktor lingkungan dimana teman kerja atau teman sepermainan meneguk miras; dan ada yang karena coba-coba akhirnya jadi pecandu.

Tak dapat dipungkiri globalisasi dan modernisasi juga menjadi penyebab meningkatnya peminum miras. Di film-film barat, Eropa, China, dan lain sebagainya terlihat jelas bahwa budaya mereka tidak bisa dipisahkan dari miras, baik dalam suasana formal ataupun tidak. Masyarakat kita, khususnya remaja secara sadar maupun tidak juga ikut terpengaruh oleh budaya tersebut. Walaupun begitu, alasan individual dan globalisasi bukanlah masalah yang besar, karena secara bertahap bisa diatasi.

regulasi

Masalah utamanya adalah dari segi regulasi. Hingga saat ini baru ada dua peraturan yang terkait dengan minuman keras. Sayangnya, regulasi yang ada bukan mengatur pelarangan Miras, melainkan mengatur pendistribusian seperti Peraturan Pemerintah nomor 38 Tahun 2007 tentang pendistribusian Miras dan Kepres nomor 3 tahun 1997 tentang Golongan Miras. Sehingga wajar jika saat ini miras atau minuman dengan kadar alkohol tinggi bisa didapatkan dengan mudah, bahkan di beberapa supermarket sudah dijual secara terang-terangan (walaupun tidak sampai pasang iklan).

Seharusnya dalam hal distribusi, ada aturan yang tegas tentang pelarangan penjualan miras di pasar yang dikunjungi masyarakat luas, seperti supermarket. Dan aturan batasan pada umur berapa orang baru dibolehkan minum miras. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan kewenangan dan bila perlu mendukung pemerintah daerah untuk mengeluarkan Perda pelarangan miras. Tentunya dengan syarat-syarat tertentu, misalnya, mayoritas masyarakat harus setuju, dan adat setempat memang melarang miras.

Saya sendiri tidak setuju jika ada wacana terkait pelarangan miras secara nasional, seperti RUU Anti Miras yang diajukan oleh PPP. Alasannya, Masyarakat kita merupakan masyarakat yang majemuk, dimana budaya satu dengan yang lain berbeda-beda. Bisa jadi ada masyarakat yang disana miras tidak dianggap jadi masalah sosial. Takutnya jika nanti miras dilarang secara nasional, pengalaman yang pernah menimpa Amerika akan menimpa kita juga.

Pada tahun 1919 pernah ada UU di Amerika yang melarang miras. Untuk mensukseskan implementasi UU ini, pemerintah AS mengeluarkan begitu banyak uang dan banyak korban yang jatuh, tetapi tidak menolong rakyat Amerika untuk meninggalkan alkohol. Bahkan sebaliknya alkoholisme semakin menjadi-jadi dan semakin nekat melanggar peraturan. Akhirnya, karena begitu banyak penolakan dari masyarakat, UU itu dicabut pada 1933 dan  membebaskan kembali minuman keras di Amerika.

Singkatnya, semua pihak, baik tenaga medis, masyarakat, tokoh agama dan pemerintah harus bekerja sama melakukan penyuluhan bahaya miras guna meminimalisir pengguna miras di Indonesia.  

Teuku Saifullah, kader HMI Komisariat Syariah IAIN Walisongo Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar