![]() |
foto: inilah.co.id |
Secara medis, minuman keras dapat menyebabkan jantung, liver,
memperlemah fungsi otak, dll. Dan jika dikonsumsi oleh ibu hamil dapat
berakibat Fetal Alcohol Syndrome, yang dapat menyebabkan keguguran,
kelahiran prematur, komplikasi persalinan bayi, bayi berberat lahir rendah,
bayi lahir dengan kepala kecil (mikrosefali), retardasi mental, gangguan pada
jantung dan organ-organ lainnya, gangguan fisik serta perilaku yang akan
mempengaruhi pertumbuhan anak sepanjang hidupnya.
Data dari WHO tahun 2011 lalu menunjukkan tak kurang dari 320.000
orang antara usia 15-29 tahun setiap tahun meninggal karena berbagai penyebab
terkait alkohol. Jumlah ini mencapai 9% dari seluruh kematian dalam kelompok
usia tersebut dan alkohol juga merupakan penyebab sepertiga dari kematian pada
anak-anak muda di beberapa bagian dunia.
Secara sosial, masyarakat dapat melihat sendiri bagaimana prilaku sosial
para peminum miras tersebut. Dimana saja banyak peminum miras, bisa dipastikan
disitu banyak terjadi prilaku yang meresahkan masyarakat; mereka cepat marah, seringkali
tampa sebab yang jelas melakukan kekerasan pada keluarga, istri, anak dan bahkan
orang tua; sering juga pecandu miras ini jika tak ada uang untuk membeli miras
melakukan tindak kriminal penodongan, perampokan dan pencurian; dan tak jarang
terjadi kecelakaan lalu lintas disebabkan karena pengendara mabuk; dan lain
sebagainya.
pokok masalah
Selain itu, dalam agama Islam yang merupakan agama mayoritas di Indonesia
sudah jelas bahwa miras atau setiap minuman yang memabukkan itu diharamkan. Para
pengajar agama mulai dari sekolah formal maupun non-formal sudah menjelaskan
keharaman miras dalam Islam. Sehingga, sebenarnya, tidak ada lagi alasan untuk
mengatakan bahwa masyarakat kita tidak tahu akibat buruk dari miras atau minuman
beralkohol tinggi, baik dari segi kesehatan, sosial dan agama Islam (bagi yang
beragama Islam).
Yang menjadi masalah adalah kenapa peminat dan kuantitas peminum
miras masih banyak dalam masyarakat kita, bahkan ada yang minum miras oplosan?.
Secara individu, setiap peminum punya alasan sendiri; ada yang jadi peminum
untuk menenangkan pikiran karena dililit masalah ekonomi, politik, dan
percintaan; ada yang karena faktor lingkungan dimana teman kerja atau teman
sepermainan meneguk miras; dan ada yang karena coba-coba akhirnya jadi pecandu.
Tak dapat dipungkiri globalisasi dan modernisasi juga menjadi
penyebab meningkatnya peminum miras. Di film-film barat, Eropa, China, dan lain
sebagainya terlihat jelas bahwa budaya mereka tidak bisa dipisahkan dari miras,
baik dalam suasana formal ataupun tidak. Masyarakat kita, khususnya remaja secara sadar maupun tidak
juga ikut terpengaruh oleh budaya tersebut. Walaupun begitu, alasan individual
dan globalisasi bukanlah masalah yang besar, karena secara bertahap bisa
diatasi.
regulasi
Masalah utamanya adalah dari segi regulasi. Hingga saat ini baru
ada dua peraturan yang terkait dengan minuman keras. Sayangnya, regulasi yang
ada bukan mengatur pelarangan Miras, melainkan mengatur pendistribusian seperti
Peraturan Pemerintah nomor 38 Tahun 2007 tentang pendistribusian Miras dan
Kepres nomor 3 tahun 1997 tentang Golongan Miras. Sehingga wajar jika saat ini
miras atau minuman dengan kadar alkohol tinggi bisa didapatkan dengan mudah,
bahkan di beberapa supermarket sudah dijual secara terang-terangan (walaupun
tidak sampai pasang iklan).
Seharusnya dalam hal distribusi, ada aturan yang tegas tentang
pelarangan penjualan miras di pasar yang dikunjungi masyarakat luas, seperti
supermarket. Dan aturan batasan pada umur berapa orang baru dibolehkan minum
miras. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan kewenangan dan bila perlu
mendukung pemerintah daerah untuk mengeluarkan Perda pelarangan miras. Tentunya
dengan syarat-syarat tertentu, misalnya, mayoritas masyarakat harus setuju, dan
adat setempat memang melarang miras.
Saya sendiri tidak setuju jika ada wacana terkait pelarangan miras
secara nasional, seperti RUU Anti Miras yang diajukan oleh PPP. Alasannya, Masyarakat
kita merupakan masyarakat yang majemuk, dimana budaya satu dengan yang lain berbeda-beda.
Bisa jadi ada masyarakat yang disana miras tidak dianggap jadi masalah sosial. Takutnya
jika nanti miras dilarang secara nasional, pengalaman yang pernah menimpa Amerika
akan menimpa kita juga.
Pada tahun 1919 pernah ada UU di Amerika yang melarang miras. Untuk
mensukseskan implementasi UU ini, pemerintah AS mengeluarkan begitu banyak uang
dan banyak korban yang jatuh, tetapi tidak menolong rakyat Amerika untuk
meninggalkan alkohol. Bahkan sebaliknya alkoholisme semakin menjadi-jadi dan semakin
nekat melanggar peraturan. Akhirnya, karena begitu banyak penolakan dari
masyarakat, UU itu dicabut pada 1933 dan
membebaskan kembali minuman keras di Amerika.
Singkatnya, semua pihak, baik tenaga medis, masyarakat, tokoh agama
dan pemerintah harus bekerja sama melakukan penyuluhan bahaya miras guna
meminimalisir pengguna miras di Indonesia.
Teuku Saifullah,
kader HMI Komisariat Syariah IAIN Walisongo Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar