Selasa, 23 April 2013

Kualitas Obat Generik Berlogo

foto: kompas.com
Sebagian besar masyarakat Indonesia masih awam pengetahuannya tentang obat-obatan. Tidak jarang muncul anggapan bahwa obat-obatan ditinjau dari segi kualitas ada kelas-kelasnya. Anggapan itu adalah obat paten atau bermerek yang harganya jauh lebih mahal, berbeda kualitasnya dengan Obat Generik Berlogo (OGB) yang cenderung lebih murah.
Akhirnya, yang terjadi adalah masyarakat, baik yang berduit maupun tidak, berusaha untuk membeli obat bermerek dan paten karena dianggap lebih mujarab. Yang kasian itu orang miskin, karena ketidak tahuannya pada obat-obatan, juga lebih memilih membeli obat bermerek dan paten dari pada Obat Generik Berlogo (OGB) yang jauh lebih murah harganya. Padahal dari segi kualitas dan komponen utama obatnya, antara OGB dengan obat generik bermerek (obat bermerek) dan obat paten, persis sama.
Alasan kenapa Obat Generik Berlogo (OGB) lebih murah dari pada obat bermerek lainnya adalah karena OGB tidak memerlukan biaya promosi yang besar, dimana OGB merupakan program Pemerintah Indonesia yang pertama kali diluncurkan pada 1989. Tujuan OGB diadakan untuk memberikan alternatif obat yang terjangkau dan berkualitas kepada masyarakat. Soal mutu, sudah tentu sesuai standar yang telah ditetapkan karena diawasi secara ketat oleh Pemerintah.
Hal yang juga perlu dipahami adalah OGB dan obat generik bermerek hanya berbeda dari segi kemasan dan harga. Ciri dari OGB dapat dikenali dari logo lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan "Generik" di bagian tengah lingkaran. Logo tersebut menunjukan bahwa OGB telah lulus uji kualitas, khasiat dan keamanan, dan garis-garis putih menunjukkan OGB dapat digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat. Sedangkan obat generik bermerek yang lebih umum disebut obat bermerek adalah obat yang diberi merek dagang.
Sebenarnya, struktur industri obat di beberapa negara maju hanya mengenal dua jenis obat, yaitu obat paten dan generik. Obat paten adalah obat originator yang dibuat produsen berdasarkan riset. Mereka mendapat hak paten dan produknya tidak boleh ditiru pihak lain. Masa paten obat biasanya hingga 20 tahun.
Sedangkan obat generik berarti copy dari obat originator yang habis masa patennya. Kendati hanya meng-copy, kualitas kedua jenis obat harus sama. Namun di beberapa negara, termasuk Indonesia, selain obat paten dan generik, terdapat pula di antara keduanya obat generik bermerek yang dijual lebih mahal.
Untuk itu masyarakat tidak perlu ragu menggunakan Obat Generik Berlogo (OGB), karena disamping kualitasnya sama dengan obat merek lain, juga harganya lebih murah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan masyarakat sebelum menggunakan Obat Generik Berlogo (OGB), yaitu;
  • Bila menerima resep dari dokter atau menebus resep di Apotik dan keberatan dengan harga obat yang terlalu mahal, diskusikan dengan dokter atau apoteker mengenai kemungkinan penggantian obat menjadi obat generik, khususnya Obat Generik Berlogo.
  • Bila setelah menggunakan obat generik, pasien merasakan efek yang berbeda dibandingkan dengan obat lainnya yang biasa digunakan, pasien dapat memberitahukannya kepada dokter dan apoteker.
  • Untuk mengambil keputusan yang tepat tentang penggantian obat paten menjadi obat generik, pasien tetap perlu berdiskusi dengan dokter dan apoteker, mengingat ada beberapa obat dengan sifat-sifat khusus yang membuatnya sulit diganti menjadi obat generik.
Dalam menumbuhkan minat masyarakat menggunakan OGB, dokter memegang peran sentral, karena dokter lah yang bertugas membuat resep. Untuk urusan kesehatan, masyarakat percaya sepenuhnya pada dokter, tidak pernah ada ceritanya pasien membantah perintah dokter. Kalau dokter merekomendasikan OGB pada pasien, maka pasti pasien akan membelinya. Dan dengan sendirinya, image buruk bahwa OGB adalah obat kelas dua akan hilang.
Penerapan Peraturan Menteri Kesehatan No 068/2010 yang mewajibkan resep obat generik di layanan milik pemerintah juga harus dikawal dengan ketat dan cermat, baik dari segi kuantitas Obat Generik Berlogo (OGB) yang tersedia maupun praktek tenaga medis dilapangan. Jangan sampai praktek dilapangan berbeda dengan peraturan yang sudah ada.
Disamping itu, pemerintah seharusnya segera memasang iklan di media massa, terutama elektronik yang berisi bahwa OGB dari segi kualitas dan kandungan komponen utama obatnya sama persis dengan obat bermerek lainnya. Upaya ini dilakukan untuk meyakinkan masyarakat pada OGB. Dan bila memungkinkan, semua Obat bermerek lebih baik diberi logo OGB, karena memang antara keduanya tidak ada perbedaan, kecuali dalam kemasan dan harga. 
Teuku Saifullah, kader HMI Komisariat Syariah IAIN Walisongo Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar