Masyarakat di wilayah Prancis Selatan sebagian besar bekerja sebagai petani dan peternak. Di sana ada sebuah keluarga yang harmonis. Keluarga tersebut memiliki seorang pramuwisma atau nanny yang tidak hanya baik hati, tapi juga rajin bekerja dan setia pada seluruh anggota keluarga tersebut.
Dari
pagi hingga malam, nanny dengan setia melayani setiap anggota
keluarga, mulai dari membersihkan rumah hingga memasak makanan yang
lezat.
Bahkan, si nanny tahu persis makanan favorit masing-masing
anggota keluarga itu. Dia juga pandai memasak makanan favorit dari
masing-masing anggota keluarga dan rasanya enak.
Seluruh anggota keluarga sangat sayang
kepada si nanny. Sepertinya, setiap keluarga pasti merindukan nanny
seperti itu. Sayangnya, itu hanyalah fiksi belaka yang ada dalam
khayalan Melissa Sugianto, pencipta sekaligus pemilik Nanny's
Pavillon.
Kisah nanny tadi telah menginspirasi
alumnus Universitas Pelita Harapan (UPH) ini. Melissa dibesarkan dari
keluarga yang suka memasak. Nenek dan ibunya pandai memasak. Tamat
dari UPH, dia sempat bekerja sebagai food stylist di majalah Sedap.
Namun, itu hanya bertahan enam bulan,
kemudian dia memutuskan membuka usaha di bidang kuliner. Pancake,
usaha pertama yang dia jalani.
Dia sempat berpartner dalam
menjalankan usahanya tersebut. Beberapa saat kemudian, dia menjual
sahamnya dan tidak melanjutkan kerja sama dengan rekan bisnisnya itu.
Tidak berselang lama, dia menemukan partner yang baru serta membuka
restoran lagi.
"Berpartner dalam bisnis itu tidak
mudah. Kita harus memahami ide masing-masing. Saya sendiri kuat
di konsep dan ide," ujarnya kepada SH.
Ciptakan Suasana Rumah
Nanny's Pavillon pertama kali berdiri
tahun 2009. Tepatnya di Jalan Riau, Bandung. Tempatnya tidak terlalu
besar, kira-kira 180-200 m2 sudah termasuk dapur dan di samping
sebuah factory outlet (FO).
Melissa mengatakan, hari pertama dan
kedua membuka Nanny's Pavillon, dia sempat stres. Pasalnya, resto
tersebut sepi. "Waktu itu, saya sempat stres karena resto saya
sepi pengunjung. Namun, seminggu kemudian pengunjung membeludak
bahkan sampai waiting list," ujarnya.
Makin hari, usahanya makin berkembang.
Dia sempat kewalahan dari segi SDM. Di pertengahan tahun itu, dia
akhirnya merekrut karyawan baru dan membuka cabang pertamanya di
Jakarta, tepatnya di City Walk.
Dari segi desain, resto yang satu
ini juga terbilang unik. Pada awalnya, Melissa tidak memakai jasa
desainer interior. Semua dia desain sendiri. "Mulai dari cari
kain hingga desain ruangan, saya lakukan sendiri tanpa jasa desainer
interior," ujar ibu muda ini.
Menurutnya, desain resto ini konsepnya
sederhana dan menciptakan suasana homey. Setiap cabang memiliki
desain interior yang berbeda.
Resto di Jalan Riau Bandung memiliki
desain bertema garden, sehingga ada taman di sana. Desain interior di
City Walk temanya living room.
Tahun 2010, Nanny's Pavillon hadir
di Pacific Place dengan tema bath room. Pada 9 September 2012,
resto ini hadir di Plaza Indonesia dan mengusung tema kamar tidur
anak perempuan.
Di Plaza Indonesia, resto ini berada di
lantai dua. Layaknya kamar anak perempuan, benda-benda yang dipajang
di resto ini juga unik. Ada meja rias, baju Kimberly, sepatu, tas,
topi, dan sebagainya. Bahkan, pengunjung dapat duduk di meja rias
sambil menyantap menu kesukaan mereka.
Bukan hanya itu, para karyawannya juga
menggunakan busana kerja layaknya seorang nanny yang biasa kita
saksikan di telenovela.
Vintage resto ini juga terbilang antik.
Melissa banyak belajar dari sang ayah yang kolektor barang antik.
Bila teman-teman ayahnya yang juga
kolektor barang antik hendak berburu ke daerah Jawa Tengah maupun
Jawa Timur, tak jarang dia titip untuk dibawakan barang antik yang
akan dipajang di restonya.
Dari berdiri di sebuah paviliun kecil
di Jalan Riau, kini Nanny's Pavillon telah memiliki 12 cabang. Tahun
2013 ada rencana untuk membuka cabang di Bintaro.
Melayani Tamu
Dalam menjalankan bisnisnya di bidang
kuliner, ada satu pengalaman yang sangat terkesan dalam diri Melissa
Sugianto. Suatu hari, dia kedatangan tamu yang ingin merayakan ulang
tahun pernikahan mereka. Tamu tersebut membawa wine dan gelas
sendiri. Mereka hanya mau pinjam tempat di restonya.
Hal ini
sempat membuat karyawannya kalang kabut. Bukan hanya karyawan, ibu
dari seorang putra yang juga sedang menanti kelahiran anak keduanya
ini juga tak kalah panik.
"Saya pusing, bolak-balik ke dapur
cari alasan yang tepat agar mereka tidak tersinggung," ujar
perempuan yang hobi travelling ini.
Akhirnya dia memberanikan diri. Dia
memperbolehkan tamu tersebut minum wine di restonya, tapi menggunakan
gelas dari resto. Si tamu pun setuju.
Jadilah mereka merayakan
ulang tahun pernikahan dengan minum wine di gelas cappucino. Di hari
berikutnya, sang tamu itu mengadakan arisan di Nanny's Pavillon.
"Banyak temannya yang datang dan mencicipi menu-menu kami. Itu
pengalaman yang berkesan sekali," ujarnya. Dari pengalaman itu,
Melissa mendapat pelajaran berharga bahwa tamu yang dilayani dengan
baik, akan menghasilkan feedback yang baik.
Menggunakan Nama Orang
Dalam mengelola menu-menu makanan, dia
memilih menggunakan nama-nama orang. Strateginya, tidak mau disamakan
dengan resto-resto lain. "Saya percaya ketika tamu datang dan
melihat menu makanan di resto ini, psikologi main semua. Penamaan dan
penyebutan menu, kita tidak mau sama," ujarnya.
Seperti nanny di cerita fiksi tadi yang
mampu melayani setiap anggota keluarga dan mengenal makanan favorit
masing-masing anggota keluarga, resto ini juga menghadirkan menu-menu
kesukaan keluarga.
Targetnya memang keluarga muda dan
pasangan muda. Jangan heran, kalau kita berkunjung ke resto ini dan
melihat daftar menu yang disajikan dengan nama-nama orang.
Di resto ini kita bisa mencicipi
Cecile's de Le Thon yakni pancake gulung yang di dalamnya isi tuna
dengan home made sauce dan dilengkapi dengan telur setengah matang di
atasnya.
Menu-menu di resto ini tidak hanya
pancake, ada juga pasta dan steak. Pancake merupakan resep yang dia
dapat dari ibunya. Pancake-nya memiliki tekstur yang lembut.
Di akhir perbincangan dengan SH,
Melissa mengatakan, dalam berbisnis, kita harus berani dan kreatif.
Itu juga yang menjadi filosofinya dalam menjalankan bisnis.
"Prinsipnya jangan pernah putus asa. Silang pendapat dengan
partner pasti ada, tapi jangan patah semangat. Itu kunci dalam
berbisnis," tutur Melissa.
Sumber : Sinar Harapan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar