Sabtu, 01 Juni 2013

Mau Sukses di Bidang Kuliner, Baca Ini!


Masyarakat di wilayah Prancis Selatan sebagian besar bekerja sebagai petani dan peternak. Di sana ada sebuah keluarga yang harmonis. Keluarga tersebut memiliki seorang pramuwisma atau nanny yang tidak hanya baik hati, tapi juga rajin bekerja dan setia pada seluruh anggota keluarga tersebut. 


Dari pagi hingga malam, nanny dengan setia melayani setiap anggota keluarga, mulai dari membersihkan rumah hingga memasak makanan yang lezat.


Bahkan, si nanny tahu persis makanan favorit masing-masing anggota keluarga itu. Dia juga pandai memasak makanan favorit dari masing-masing anggota keluarga dan rasanya enak.


Seluruh anggota keluarga sangat sayang kepada si nanny. Sepertinya, setiap keluarga pasti merindukan nanny seperti itu. Sayangnya, itu hanyalah fiksi belaka yang ada dalam khayalan Melissa Sugianto, pencipta sekaligus pemilik Nanny's Pavillon.


Kisah nanny tadi telah menginspirasi alumnus Universitas Pelita Harapan (UPH) ini. Melissa dibesarkan dari keluarga yang suka memasak. Nenek dan ibunya pandai memasak. Tamat dari UPH, dia sempat bekerja sebagai food stylist di majalah Sedap.


Namun, itu hanya bertahan enam bulan, kemudian dia memutuskan membuka usaha di bidang kuliner. Pancake, usaha pertama yang dia jalani.


Dia sempat berpartner dalam menjalankan usahanya tersebut. Beberapa saat kemudian, dia menjual sahamnya dan tidak melanjutkan kerja sama dengan rekan bisnisnya itu. Tidak berselang lama, dia menemukan partner yang baru serta membuka restoran lagi.


"Berpartner dalam bisnis itu tidak mudah. Kita harus memahami ide masing-masing.  Saya sendiri kuat di konsep dan ide," ujarnya kepada SH.

 
Ciptakan Suasana Rumah

Nanny's Pavillon pertama kali berdiri tahun 2009. Tepatnya di Jalan Riau, Bandung. Tempatnya tidak terlalu besar, kira-kira 180-200 m2 sudah termasuk dapur dan di samping sebuah factory outlet (FO).


Melissa mengatakan, hari pertama dan kedua membuka Nanny's Pavillon, dia sempat stres. Pasalnya, resto tersebut sepi. "Waktu itu, saya sempat stres karena resto saya sepi pengunjung. Namun, seminggu kemudian pengunjung membeludak bahkan sampai waiting list," ujarnya.


Makin hari, usahanya makin berkembang. Dia sempat kewalahan dari segi SDM. Di pertengahan tahun itu, dia akhirnya merekrut karyawan baru dan membuka cabang pertamanya di Jakarta, tepatnya di City Walk.

Dari segi desain, resto yang satu ini juga terbilang unik. Pada awalnya, Melissa tidak memakai jasa desainer interior. Semua dia desain sendiri. "Mulai dari cari kain hingga desain ruangan, saya lakukan sendiri tanpa jasa desainer interior," ujar ibu muda ini.


Menurutnya, desain resto ini konsepnya sederhana dan menciptakan suasana homey. Setiap cabang memiliki desain interior yang berbeda.


Resto di Jalan Riau Bandung memiliki desain bertema garden, sehingga ada taman di sana. Desain interior di City Walk temanya living room.


Tahun 2010, Nanny's Pavillon hadir di Pacific Place dengan tema bath room.  Pada 9 September 2012, resto ini hadir di Plaza Indonesia dan mengusung tema kamar tidur anak perempuan.


Di Plaza Indonesia, resto ini berada di lantai dua. Layaknya kamar anak perempuan, benda-benda yang dipajang di resto ini juga unik. Ada meja rias, baju Kimberly, sepatu, tas, topi, dan sebagainya. Bahkan, pengunjung dapat duduk di meja rias sambil menyantap menu kesukaan mereka.


Bukan hanya itu, para karyawannya juga menggunakan busana kerja layaknya seorang nanny yang biasa kita saksikan di telenovela.


Vintage resto ini juga terbilang antik. Melissa banyak belajar dari sang ayah yang kolektor barang antik.

Bila teman-teman ayahnya yang juga kolektor barang antik hendak berburu ke daerah Jawa Tengah maupun Jawa Timur, tak jarang dia titip untuk dibawakan barang antik yang akan dipajang di restonya.


Dari berdiri di sebuah paviliun kecil di Jalan Riau, kini Nanny's Pavillon telah memiliki 12 cabang. Tahun 2013 ada rencana untuk membuka cabang di Bintaro.

 
Melayani Tamu

Dalam menjalankan bisnisnya di bidang kuliner, ada satu pengalaman yang sangat terkesan dalam diri Melissa Sugianto. Suatu hari, dia kedatangan tamu yang ingin merayakan ulang tahun pernikahan mereka. Tamu tersebut membawa wine dan gelas sendiri. Mereka hanya mau pinjam tempat di restonya.


Hal ini sempat membuat karyawannya kalang kabut. Bukan hanya karyawan, ibu dari seorang putra yang juga sedang menanti kelahiran anak keduanya ini juga tak kalah panik.


"Saya pusing, bolak-balik ke dapur cari alasan yang tepat agar mereka tidak tersinggung," ujar perempuan yang hobi travelling ini.


Akhirnya dia memberanikan diri. Dia memperbolehkan tamu tersebut minum wine di restonya, tapi menggunakan gelas dari resto. Si tamu pun setuju.


Jadilah mereka merayakan ulang tahun pernikahan dengan minum wine di gelas cappucino. Di hari berikutnya, sang tamu itu mengadakan arisan di Nanny's Pavillon.


"Banyak temannya yang datang dan mencicipi menu-menu kami. Itu pengalaman yang berkesan sekali," ujarnya. Dari pengalaman itu, Melissa mendapat pelajaran berharga bahwa tamu yang dilayani dengan baik, akan menghasilkan feedback yang baik.

 
Menggunakan Nama Orang

Dalam mengelola menu-menu makanan, dia memilih menggunakan nama-nama orang. Strateginya, tidak mau disamakan dengan resto-resto lain. "Saya percaya ketika tamu datang dan melihat menu makanan di resto ini, psikologi main semua. Penamaan dan penyebutan menu, kita tidak mau sama," ujarnya.


Seperti nanny di cerita fiksi tadi yang mampu melayani setiap anggota keluarga dan mengenal makanan favorit masing-masing anggota keluarga, resto ini juga menghadirkan menu-menu kesukaan keluarga.


Targetnya memang keluarga muda dan pasangan muda. Jangan heran, kalau kita berkunjung ke resto ini dan melihat daftar menu yang disajikan dengan nama-nama orang.


Di resto ini kita bisa mencicipi Cecile's de Le Thon yakni pancake gulung yang di dalamnya isi tuna dengan home made sauce dan dilengkapi dengan telur setengah matang di atasnya.


Menu-menu di resto ini tidak hanya pancake, ada juga pasta dan steak. Pancake merupakan resep yang dia dapat dari ibunya. Pancake-nya memiliki tekstur yang lembut.


Di akhir perbincangan dengan SH, Melissa mengatakan, dalam berbisnis, kita harus berani dan kreatif. Itu juga yang menjadi filosofinya dalam menjalankan bisnis. "Prinsipnya jangan pernah putus asa. Silang pendapat dengan partner pasti ada, tapi jangan patah semangat. Itu kunci dalam berbisnis," tutur Melissa.

Sumber : Sinar Harapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar