
GUD BYE KOMISARIAT (dulu & kemarin)
Suatu ketika pada 2012 para
kandidat ketum Komisariat Syari’ah menyusun konsep untuk mencalonkan diri dalam
pemilihan formatur pada acara RAK yaitu forum pengambilan keputusan tertinggi
dalam komisariat. Mulai dari mencari partner, membentuk tim sukses, sampai
menentukan siapa yang akan mengisi tiga kursi presidium dalam sidang pleno RAK
itu. Kholis menyarankan saya untuk bersedia dipilih menjadi presidium sidang,
sehingga setelah itu saya mempersiapkan diri dengan serius.
Materi-materi yang dibutuhkan dalam proses persidangan, teori bersidang, teknik berargumen, dan latihan presentasi bersidang saya siapkan untuk tampil dan berlaga di kursi presidium. Kholis juga menyarankan Fatoni dan Ofi untuk bersedia jadi presidium, karena dia ingin agar semua kursi presidium itu diisi dari pihaknya/partnernya. Tetapi, ketika itu, hanya saya dan Fatoni yang terpilih menjadi presidium dan satu kursi lagi diisi pihak lawan/rival.
Materi-materi yang dibutuhkan dalam proses persidangan, teori bersidang, teknik berargumen, dan latihan presentasi bersidang saya siapkan untuk tampil dan berlaga di kursi presidium. Kholis juga menyarankan Fatoni dan Ofi untuk bersedia jadi presidium, karena dia ingin agar semua kursi presidium itu diisi dari pihaknya/partnernya. Tetapi, ketika itu, hanya saya dan Fatoni yang terpilih menjadi presidium dan satu kursi lagi diisi pihak lawan/rival.
Semua itu masih saya
anggap wajar dan sehat, karena tidak ada kecurangan-kecurangan semisal
memanipulasi suara pemilihan presidium. Tetapi, yang bagi saya bermasalah adalah
pada saat berlangsungnya sidang. Begitu mulai memimpin sidang, saya agak
“shocked” karena situasinya tidak sesuai dengan apa yang sudah saya persiapkan.
Hal-hal yang saya siapkan untuk berlaga dalam sidang hampir tak ada gunanya
karena tidak begitu diperlukan disana. Pada saat berlangsungnya sidang, saya
punya kesan bahwa yang diperlukan adalah keahlian celometan, rebutan ngomong
tanpa arah melalui interupsi yang salah kaprah.
Bayangkan, sidang baru
dibuka (melanjutkan pleno sebelumnya) dan saya sebagai pimpinan baru memberikan
pengantar sudah ada teriakan-teriakan interupsi. Interupsi yang dalam teknik
persidangan hanya dipergunakan untuk meluruskan pembicaraan yang melenceng agar
kembali ke pokok masalah yang sedang dibahas ternyata dibelokkan menjadi alat
celometan. Belum ada pokok masalah yang dibahas sudah diinterupsi dengan
berbagai hal yang remeh temeh. Bahkan, menyebutkan interupsi pun banyak yang
salah. Ada yang meneriakkan “instruksi”, ada yang meneriakkan “instrupsi”, yang
lain lagi meneriakkan “intruksi”. Bahkan, ada yang meneriakkan “interaksi”
tanpa kikuk, haha.. kake’ane. Kacaunya lagi, belum diberi izin bicara banyak
penginterupsi yang nyerocos berbicara. Dan masih banyak lagi tingkah dan sikap
yang menghebohkan waktu itu.
Pada 2013 ini, saya
agak kagum dengan peserta-peserta sidang di forum RAK, sebab cukup teratur dan
tidak seekstrim celometan-celometan yang dulu. Di MUSKOM pun begitu, cukup
kondusif, apalagi di MUSLEM yang diikuti dengan kalem dan sangat kondusif tanpa
ada celometan-celometan yang tak berguna. Namun agak aneh juga ketika ada peserta
MUSKOM yang menginterupsi peserta lain yang sedang menginterupsi sambil
mengatakan “harap jangan berpolitik dan mempolitisir masalah di sini, ya”.
Padahal, Rapat/Musyawarah kan memang tempatnya berpolitik dan memolitisasi
masalah untuk mencari keputusan politik dan menyelesaikan persoalan. Ada lagi
yang menginterupsi untuk memberitahu bahwa presidium berpenampilan nyeleneh
membawa kacamata hitam, itu terjadi pada waktu pengurus Korkom memimpin forum untuk
menyampaikan LPJ Korkom. “Interupsi, harap presidium tidak berpenampilan
nyeleneh karena ini kan forum terhormat, itu yang presidium dua pakai kacamata
hitam”. Mungkin biar dianggap keren, haha.. padahal ndak.
Sebenarnya di Komisariat
Syari’ah tak semua kader bermutu rendah. Yang seperti itu mungkin tak sampai separoh
dari seluruh kader HMI Komisariat Syari’ah.
Masih banyak kader himpunan yang mampu berargumen dengan baik dan cukup bermutu.
Itu saya ketahui dari situasi di sidang-sidang komisi yang berjalan serius
serta ditingkahi dengan adu argumen dan teori bermutu. Dalam sidang-sidang komisi
itu, interupsi digunakan secara proporsional.
Selamat Tinggal Komisariat
Mulai besok (8/9) saya
pindah dari Komisariat ke LBMI untuk menjadi direktur bahasa. Dengan segala
kenangan manis dan pahitnya, saya mengucapkan selamat tinggal kepada Komisariat
Syari’ah. Saya merasa asyik ketika mengikuti sidang-sidang yang seringkali sampai
tengah malam, bahkan menjelang pagi, apalagi pada saat sidang pleno yang
membahas tata tertib pemilihan formatur dan kriteria calon formatur.
Selain bersyukur ke
hadhirat Allah, saya berterima kasih kepada kawan-kawan yang telah meletakkan
saya di tempat-tempat penting di himpunan ini. Saya akademisi yang tertarik
untuk masuk ke organisasi namun tanpa ambisi memperoleh jabatan tinggi. Sebab,
bagi saya yang penting itu kegiatan dan aktivitasnya bukan jabatannya. Selain
itu dalam ajaran islam, rebutan jabatan itu kan dilarang. Ada salah satu kawan
yang mengatakan “baru di tingkat komisariat saja sudah berebut jabatan,
bagaimana nanti kalau di tingkat yang lebih tinggi dan lebih luas”. Itu bukan
berarti kita tidak boleh mencari jabatan, tetapi harus berkompetiti dengan
sehat, tidak mengandung kecurangan-kecurangan apalagi jahat kepada orang lain. Mulai
besok (8/9) saya memimpin di salah satu lembaga semi otonom yaitu LBMI. Kini
saya akan berkhidmah di lapangan tugas yang baru. Allahuma a’inni..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar